Quantcast
Channel: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Viewing all 3507 articles
Browse latest View live

Peluang Kerja dan Dunia Pendidikan di Jepang, Terbuka Lebar untuk Masyarakat Indonesia

$
0
0

Kondisi di negara Jepang saat ini sangatlah memprihatinkan, karena angka hidup orang tua yang lebih tinggi daripada angka hidup usia mudanya, sehingga pencari kerja di Jepang rata-rata usia lanjut, dan kurang produktif dalam hal pembangunan dan inovasi dalam berbagai bidang. Hal tersebut sehingga membuat pemerintah negara Jepang membuka peluang kerja yang besar bagi siapa saja yang berkeinginan untuk mencari pekerjaan di Jepang, dan salah satunya yaitu masyarakat Indonesia yang berkeinginan untuk mencari pekerjaan di negara Sakura tersebut. Hal tersebut diungkapkan Yasuyuki Miyashita, selaku Konsultan Jepang untuk Indonesia dalam acara Seminar Intercultural Understanding Melalui Student Mobility Program yang diselenggarakan oleh Pendidikan Bahasa Jepang (PBJ) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada Sabtu (24/10) bertempat di Mini Teater Gedung D lantai 4.

Terlepas dari peluang kerja, dari bidang pendidikan pun Jepang sangat membuka peluang yang besar, baik dari bidang beasiswa maupun keinginan pribadi untuk menuntut ilmu di Jepang. “Untuk memperbaiki sumber daya manusia (SDM) di Jepang yang saat ini sedang mengalami krisis penduduk usia muda, pemerintah sangat membuka peluang yang besar bagi warga negara lain yang ingin mencari pekerjaan di Jepang. Hal ini turut dapat membantu pengembangan industri di Jepang yang cukup membutuhkan SDM dalam hal pengembangan industri, di luar dari ketenagakerjaan, pemerintah Jepang juga membuka peluang dalam hal pendidikan,” ungkapnya.

Sejauh ini yang menjadi kendala warga negara asing untuk mencari pekerjaan maupun kuliah di Jepang adalah faktor bahasa, penguasaan bahasa asing bagi penduduk Jepang yang masih minim, menjadikan warga negara asing kesulitan dalam berkomunikasi dengan penduduk Jepang. “Bagi warga negara asing yang ingin bekerja dan kuliah di Jepang, menguasai bahasa Jepang merupakan sebuah kebutuhan utama, karena komunikasi yang terjalin antara pendatang dengan penduduk setempat mengutamakan bahasa Jepang,” ujarnya.

Miyashita juga menambahkan, yang harus diperhatikan untuk kuliah di Jepang yaitu mahasiswa harus memiliki kemauan dan kerja keras yang tinggi. Selain itu, rasa percaya diri yang tinggi juga dibutuhkan. “Tidak hanya untuk melanjutkan kuliah di Jepang saja, untuk kuliah ataupun kerja di negara manapun, rasa percaya diri dan kemauan yang tinggi sangat dibutuhkan. Selain itu mengetahui dan memahami kultur budaya juga menjadi hal yang penting, karena dengan kita memahami budaya setempat, dapat memudahkan kita dalam beradaptasi,” tambahnya.

Sementara itu, untuk mewujudkan target UMY sebagai World Class University diungkapkan Idham Badruzaman, S.IP, MA., selaku Kepala Urusan Mahasiswa Internasional dibutuhkan peningkatan kerjasama Internasional antara UMY dengan universitas-universitas luar negeri, salah satunya yaitu dengan student mobility program. “Melalui student mobility program mahasiswa UMY akan mendapatkan pengalaman pendidikan internasional, sehingga dapat membantu mewujudkan UMY untuk menjadi kampus yang Muda dan Mendunia,” ungkapnya.

Idham menambahkan, sejauh ini UMY telah banyak membuka kerjasama dengan universitas-universitas luar negeri, dengan agenda KKN Internasional dan juga student mobility program, universitas-univesitas yang sejauh ini telah melakukan kerjasama dengan UMY yaitu Sias Internasional University, UUM Malaysia, USM Malaysia, Daegu Health College South Korea, Universitas Jaume I Spanyol, YMAC Singapore, Tamkang University Taiwan, Sun Moon University Korea, De La Salle University Philipina, Khon Kaen University Thailand, dan Thammasat University Thailand. “Dengan adanya peluang untuk melakukan student mobility bagi mahasiswa UMY, khususnya mahasiswa PBJ, diharapkan dapat memanfaatkan peluang tersebut sebaik-baiknya, untuk mendapatkan pendidikan internasional, pengalaman pengetahuan budaya asing, dan juga relasi baru,” tuturnya.

Sementara itu, Sonda Sanjaya, S.S, M.Pd, selaku Kepala Prodi Pendidikan Bahasa Jepang menuturkan, untuk pengembangan jurusan PBJ, pihak Prodi akan memfasilitasi segala bentuk student mobility yang akan dilaksanakan oleh mahasiswa PBJ, tujuan program tersebut yaitu untuk memberikan pengetahuan dan meningkatkan keterampilan komunikasi bahasa Jepang di lapangan kerja, selain itu untuk memberi pengalaman kerja di Jepang untuk mahasiswa PBJ. “Tujuan dengan adanya program student mobility ini nantinya diharapkan melatih kemampuan mahasiswa PBJ untuk dapat berinteraksi langsung secara sosial dan budaya dengan masyarakat Jepang,” ungkapnya. (Adam)


UMY Gandeng Akademisi UI dan UGM Sosialisasikan Program Gelar Bersama

$
0
0

IMG_0214Seminar Sosialisasi program gelar bersama yang diselenggarakan oleh Biro Kerjasama dan Urusan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang bertempat di gedung AR Fachruddin A lantai 5, pada Sab’tu (24/10) melibatkan akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Indonesia (UI). Kedua akademisi yang bertindak menjadi pembicara di acara tersebut yaitu Prof. Dr. Basu Swastha Dharmmesta, MBA sebagai penyelenggara gelar bersama di MM UGM, Junaidi, MA sebagai pengelola gelar bersama UI. Pada kesempatan tersebut Biro Kerjasama UMY juga turut mengundang Kepala Sub-direktorat (Kasubdit) Kerjasama antar Lembaga, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI), Purwanto Subroto,Ph.D.

Pada kesempatan tersebut yang dihadiri oleh perwakilan fakultas, prodi, serta direktur program Internasional UMY, Prof. Basu menjelaskan bahwa istilah joint degree atau gelar bersama adalah sebuah program pendidikan bergelar yang diselenggarakan oleh dua atau lebih lembaga pendidikan yang bidang studinya berbeda. Dalam penjelasannya, contoh program joint degree pendidikan magister antara program Harvard Business School dan Harvard Law School. “Mahasiswa yang mengikuti joint degree di kedua program Havard tersebut gelar yang diberikan adalah JD atau MBA Juris Doktor atau Master in Business Administration,” jelasnya.

Prof. Basu juga menambahkan, terdapat persyaratan yang harus diikuti oleh mahasiswa yang mengambil program joint degree di Harvard Law School (HLS) dan Harvard Business School (HBS). “Hal yang utama adalah mahasiswa harus diterima di masing-masing kampus. Selama pembelajarannya, durasi maksimal 4 tahun. Pada tahun pertama mahasiswa diharuskan setahun penuh kuliah di HLS atau HBS. Selanjutnya berganti setahun penuh disalah satu HBS atau HLS. Setelah itu pada tahun ketiga dan keempat mahasiswa baru kuliah di kedua kampus tersebut,” jelasnya.

Sementara itu, Narasumber Internasionalisasi PT Indonesia, Direktorat Pembinaan Kelembagaan, Kemenristekdikti, Junaidi, MA menjelaskan bahwa permasalahan yang saat ini sedang dihadapi oleh perguruan tinggi yaitu bagaimana agar setiap perguruan tinggi tersebut dapat berkonstribusi terhadap dunia. Masalah yang dihadapi dunia seperti masalah kemiskinan, lingkungan hidup merupakan permasalahan yang harus diperhatikan. “Dalam semua permasalahan yang ada tersebut, mahasiswa perlu memahami sehingga problem-problem yang dihadapi berdasarkan wawasan. Selain itu, ditahun 2015 ini akan menghadapi masyarakat Ekonomi ASEAN . Untuk menghadapi tersebut diharapkan dapat merekrut mahasiswa dalam program gelar bersama untuk membangun potensi yang ada,” jelasnya.

Junaidi menambahkan, terdapat 6.500 institusi dan 12 juta mahasiswa di ASEAN ini yang akan memberikan dampak positif apabila mahasiswa mau berkolaborasi dalam gelar bersama. Hal ini karena pendidikan yang tinggi akan lebih memainkan peranan penting untuk menumbuhkan ekonomi. “Kolaborasi mahasiswa yang ikut andil dalam gelar bersama tersebut akan meningkatkan kompetisi di setiap institusi perguruan tinggi tersebut. selain itu akan berdampak baik di bidang sosial, seperti perubahan demografis, teknologi, ekonomi, lingkungan, serta berdampak baik untuk kepemimpinan kampus itu sendiri,” ungkapnya.

Implementasi program joint degree tersebut merupakan tahap awal untuk mencapai kelas Internasional. Junaidi menjelaskan, Internasionalisasi merupakan salah satu cara untuk memperkuat pengembangan pendidikan dan penelitian serta meningkatkan kualitas universitas melalui hubungan Internasional dan kerjasama Internasional dalam berbagai cara. “Program internasionalisasi ini berarti merekrut mahasiswa yang membayar dan pada gilirannya meningkatkan pemasukan universitas. Dalam Internasionalisasi tersebut mencakup seluruh institusi, staff, mahasiswa, dan melibatkan berbagai instrument seperti mobilitas, pengembangan kurikulum dan internasionalisasi didalam kampus,”jelasnya.

Junaidi kembali menjelaskan, terdapat lima komponen dalam internasionalisasi perguruan tinggi. Diantaranya yaitu global education, aliansi global dan jaringan. Maksud dari aliansi global dan jaringan yaitu harus memiliki jaringan kerjasama yang luas, baik dalam skala nasional maupun internasional. Selain itu, program untuk merekrut mahasiswa asing. Selanjutnya yaitu menambah kesempatan kerjasama serta memberikan sistem bisnis dan administrasi.

Di samping itu, Purwanto Subroto, Ph.D menyampaikan, program joint degree pada prinsipnya ditujukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di sebuah lembaga institusi perguruan tinggi. Untuk melaksanakan program tersebut, setiap perguruan tinggi wajib melakukan diskusi maupun pembentukan kerjasama yang menghasilkan Memorandum of Understanding (MoU). Untuk pengembangan Universitas tersebut, Purwanto menambahkan kegiatan kerjasama perguruan tinggi dan mahasiswa asing akan menjadi salah satu informasi atau variable yang digunakan. “Perluasan peluang kerjasama Perguruan Tinggi dapat dilalui dalam mempomosikan PT dan menjaring calon mahasiswa asing ke Indonesia melalui kegiatan seperti Indonesia Higher Education Expo (IHEE) yang telah dilakukan sejak tahun 2012,” imbuhnya. (Hevi)

Pelajaran Bahasa Inggris Perlu Masukkan Pendidikan Karakter

$
0
0

IMG_0089Dunia pendidikan Indonesia semakin menurun kualitasnya setiap tahunnya, ini terjadi karena adanya problem remaja yang mudah marah dan akhirnya berujung pertikaian atau tawuran. Selain itu penyalahgunaan obat-obat terlarang, minuman keras, perilaku penyimpangan sosial, seperti, free sex, dan pergaulan bebas, menjadi pemicu menurunnya kualitas pendidikan di Indonesia. ”Meskipun pemerintah di Indonesia sudah sedikit demi sedikit melakukan perubahan dengan adanya program pendidikan karakter, namun pada kenyataannya itu masih belum maksimal dalam pelaksanaannya. Ini disebabkan karena dalam sistem pendidikannya tidak menerapkan keseimbangan kognitif (akal), afektif (hati), dan psikomotor (psikomotor). Bahkan yang ditonjolkan lebih kepada kognitif daripada afektif dan psikomotor, wajar bila tak maksimal dalam pelaksanaannya. Melalui pendidikan Bahasa Inggris pendidikan karakter bisa dibentuk untuk generasi muda,” Drs. H. Nurudin Prihartono, M.Hum selaku mahasiswa program doktor Psikologi Pendidikan Islam Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) saat mempresentasikan disertasinya dalam acara Ujian Terbuka Sidang Promosi Doktor pada hari Sabtu (24/10) di Pasca Sarjana UMY.

Nurudin menjelaskan, untuk itu nilai-nilai karakter bangsa ini sudah semestinya ditumbuh kembangkan, terutama bagi generasi muda melalui pendidikan karakter yang holistik-integratif melalui semua mata pelajaran, termasuk mata pelajaran bahasa inggris. Ada 3 kompetensi, yaitu meliputi, sikap, pengetahuan, dan keterampilan. “Bahasa Inggris bisa menjadi wahana untuk penanaman nilai-nilai karakter guna mencapai ketiga kompetensi tersebut. Alasannya, karena Bahasa Inggris merupakan bahasa asing pertama di Indonesia yang dianggap penting guna mengembangkan ilmu pengetahuan dan berhubungan dengan bangsa-bangsa lain. Namun pada kenyataannya, kesuksesan pengajaran bahasa inggris di Indonesia masih belum maksimal,” jelas Guru Bahasa Inggris di SMK Al-Hikmah, Karangmojo, Gunung Kidul.

Seperti pada kasus di XI IPS 2 dan 3 di SMN Wonosari dan Playen, bahwa kemampuan bahasa inggrisnya masih terbilang rendah. ”Padahal siswa-siswi belajar bahasa inggris selama 4 jam pelajaran setiap minggunya. Mengapa demikian? Alasan yang pertama, karena masih rendahnya taraf pencapaian/ prestasi belajar bahasa Inggris (real scholastic achievment). Indikator rata-rata baik UAS atau UAN masih berkisar nilai 5, dan rata-rata nilai UH (Ulangan Harian) dan UTS jauh di bawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Kedua, siswa belum mampu berbahasa inggris (language skill) dalam komunikasi berbahasa inggris. Hal ini terjadi karena masih berorientasi pada UAN yang mencakup pada reading, listening, speaking, dan writting, ” terang Guru Bahasa Inggris di SMA Al-I’thisam Playen, Gunung Kidul.

Namun, disisi lain, lanjutnya, selain kedua faktor itu, ada faktor-faktor lain yang menyebabkan permasalahan di atas. Masih adanya siswa yang kurang motivasi untuk belajar, menganggap bahasa inggris tidak penting, sulit, butuh waktu lama, tidak tertarik atau mudah bosan, kurang memperhatikan kesiapan, kepercayaan diri kurang, mudah putus asa, kurang disiplin, dan kurangnya kejujuran. Kemudian adanya faktor malas belajar, kurangnya daya serap siswa-siswi, bersifat individualistik, ketergantungan pada orang lain, kurang religius, rasa hormat atau sikap kepedulian yang kurang, kurang memahami perintah guru, kurang kreatif, kurang tanggung jawab, dan hasil belajar siswa rendah. “Dari beberapa faktor yang disebutkan tersebut akhirnya siswa tidak dapat mencapai tujuan pembelajaran, yakni berkomunikasi menggunakan bahasa inggris dengan lancar, dan akurat,” lanjutnya.

Dalam hal ini, pendidikan karakter yang diselipkan di pendidikan bahasa inggris ini bukan hanya untuk membentuk pendidikan karakter tetapi juga bisa meningkatkan nilai dalam mata pelajaran bahasa inggris. ”Model pendidikan karakter dengan pendekatan holistik-integratif dengan penerapan Content-Based Instruction (CBI) bukan hanya meningkatkan prestasi belajar tetapi juga meingkatkan sikap/ karakter siswa. Selain itu CBI ini juga memudahkan guru dalam menyusun rencana pembelajaran dan evaluasi pembelajaran. Model ini dapat membangun generasi muda yang unggul dala memimpin negeri di masa mendatang. Karena, guru sebagai ujung tombak dalam menanamkan nilai-nilai karakter pada anak didik untuk menciptakan komunitas kepribadian luhur dan berakhlak mulia di lingkungan sekolah, ” terangnya.

Model pendidikan karakter melalui CBI tersebut, menurut Drs. Nurudin yang berhasil meraih gelar doktor dengan predikat sangat memuaskan tersebut, dapat dilakukan dengan bertitik tolak dari suatu topik atau tema yang dipilih dan dikembangkan guru bersama anak, dengan cara mempelajari dan menjelajahi konsep dari tema tersebut. “Hal tersebut bisa pula dilakukan dengan model inkuiri yakni, proses yang melibatkan anak dalam perencanaan eksplorasi dan tukar menukar ide, serta mendorong anak untuk bekerjasama dalam kelompok dan merefleksikan kegiatan belajarnya dalam kehidupan sehari-hari,” jelasnya.

Agar lebih maksimal, terangnya, dalam menanamkan pendidikan karakter, bukan sebatas guru dan murid saja, tetapi juga melibatkan stakeholder yang lain. Misalnya dengan melibatkan seluruh sivitas sekolah, seperti kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru mata pelajaran, guru BK, staf karyawan, tukang kebun, penjaga sekolah, penjaga keamanan (Satpam), penjaga kantin, petugas perpustakaan, orang tua murid (wali murid), murid itu sendiri, lingkungan masyarakat setempat, tokoh masyarakat, dan tokoh agama. Apabila aspek-aspek tersebut bisa dimaksimalkan dengan sangat baik, maka pendidikan karakter ini bisa terbentuk di dalam diri siswa-siswi tersebut,” tutupnya.

Muhammadiyah Desak Pemerintah Kerahkan Segala Kemampuan untuk Atasi Kasus Penyebaran Bencana Asap

$
0
0

IMG_0249Muhammadiyah prihatin dan menyayangkan terjadinya bencana asap yang hingga saat ini belum ada tanda-tanda untuk dapat teratasi, bahkan telah menimbulkan penderitaan dan menelan korban jiwa penduduk terutama anak-anak di Sumatera dan Kalimantan. Muhammadiyah menengarai bahwa bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan gambut yang terjadi di tanah air merupakan cerminan dari birokrasi dan tata kelola pemerintahan daerah dan pusat yang tidak baik dan koruptif. Muhammadiyah dalam hal ini mendesak pemerintah pusat maupun daerah untuk mengerahkan segala kemampuan dalam mengatasi penyebaran bencana asap yang telah terjadi di Kalimantan maupun Sumatera. Hal tersebut diungkapkan Prof. Dr. Muhjidin Mawardi, selaku Ketua Majelis Lingkungan Hidup Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam rangka konfrensi pers Pernyataan Sikap Muhammadiyah Terkait Bencana Asap pada Selasa (27/10) bertempat di ruang pertemuan Kantor PP Muhammadiyah lantai 2.

Muhammadiyah juga menyesalkan kebijakan pengendalian kebakaran lahan gambut yang dipilih oleh pemerintah, yang jelas-jelas bertentangan dengan kaidah pengelolaan ekosistem lahan gambut yang benar serta melanggar pasal 26 PP No. 71 Tahun 2014. “Untuk memadamkan kebakaran di lahan gambut, cara yang dianjurkan oleh pemerintah dalam membuat kanal-kanal dan kolam air (embung) dengan tujuan untuk membasahi lahan gambut tidak akan berhasil dalam memadamkan api, akan tetapi justru sebaliknya, akan memperparah potensi kebakaran lahan gambut,” ungkap Prof. Muhjidin.

Ditambahkan Prof. Muhjidin, yang dilakukan pemerintah selama ini dengan membuat kanal dan kolam air (embung) tidaklah efektif, hal ini dikarenakan kanal dan embung yang dibuat tidak akan terisi air karena elevasi muka air lebih rendah daripada elevasi muka tanah, kecuali untuk daerah yang berdekatan dengan sungai yang terpengaruh gerakan pasang surut air laut. Selain itu, kanal dan embung yang tidak ada airnya jutru akan berperan sebagai kanal drainasi (pengatusan) dan akan mengatur air yang dikandung oleh lahan gambut sekitarnya sehingga akan semakin membuat lebar lahan yang terbakar. “Gambut yang sudah mengalami pengeringan ini akan sulit untuk dibasahi kembali (irreversible) walaupun disiram air atau terjadi hujan. Selain itu tanah gambut yang kering ini di samping akan mengalami subsiden yang mudah terbakar, dikhawatirkan pula lahan gambut yang terbakar justru akan semakin meluas dan lebih sulit lagi untu dipadamkan,” tambahnya.

Dengan ini Muhammadiyah berharap kepada pemerintah untuk dapat segera mengerahkan segala potensi teknologi dan sumberdaya untuk secara sungguh-sungguh, terencana dan berkesinambungan melaksanakan upaya penanggulangan bencana asap tersebut. Selain itu, pemerintah juga diharapkan dapat memilih dan menerapkan cara-cara pengelolaan lahan gambut yang berbasis kearifan lokal yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. “Pemerintah dapat mengambil langkah tegas dalam mencabut hak konsesi pengusaha perkebunan kelapa sawit yang telah menyebabkan bencana asap kebakaran lahan gambut, dan juga melakukan penegakan hukum kepada siapa saja pelaku pelanggaran terhadap peraturan dan undang-undang tentang pengelolaan lingkungan, sumberdaya alam dan pengelolaan ekosistem lahan gambut,” pungkas Prof. Muhjidin.

Berbagai upaya nyata dalam menanggulangi bencana asap yang terjadi turut dilakukan oleh Muhammadiyah melalui MDMC (Muhammadiyah Disaster Management Center) dan bekerjasama dengan Lazizmu dengan membuat gerakan berjamaah mengatasi asap, melalui bantuan-bantuan tenaga medis, rumah sehat untuk anak, dan juga bantuan dari bidang pendidikan bagi daerah yang terkena bencana asap, seperti yang terjadi di Riau dan Sumatera. Selain itu, keberlanjutan dari pernyataan sikap Muhammadiyah tesebut akan diadakan diskusi lanjutan yang akan dilaksanakan pada Selasa (3/11) bertempat di Gedung Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).

Dibutuhkan Gelora Semangat Perubahan Pemuda Indonesia dalam Menghadapi Tantangan Global

$
0
0

Kondisi pemuda Indonesia saat ini sarat dibayangi oleh tantangan globalisasi, dimana saingan antar masyarakat, khususnya pemuda Indonesia bukanlah lagi hanya dalam lingkup antar masyarakat Indonesia saja, melainkan persaingan antar negara lain juga menjadi tantangan pemuda Indonesia. Terlebih, pada akhir tahun yang akan datang kita akan menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), tantangan masyarakat Indonesia, khususnya pemuda Indonesia akan diperlihatkan keeksistensiannya dalam menghadapi MEA tersebut. Sejalan dengan memperingati hari Sumpah Pemuda Indonesia yang jatuh pada tanggal 28 Oktober 2015, dirasa pemuda Indonesia butuh untuk merefleksikan diri dan juga memperisapkan misi-misi dalam menghadapi persaingan globalisasi. Hal tersebut diungkapkan Mohammad Ichsan, selaku alumni mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dan juga penerima beasiswa LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan), dalam diskusi terbatas di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada Selasa (27/10).

Terlepas dari persiapan pemuda Indonesia dalam menghadapi tantangan globalisasi, Ichsan menambahkan bahwa dibutuhkan juga pengilhaman dan rasa cinta tanah air, karena jika melihat kondisi pemuda Indonesia saat ini, dirasa masih kurang dalam memaknai nilai-nilai luhur Indonesia. “Saat ini rasa cinta tanah air pemuda Indonesia terhadap bangsa sendiri masih sangat minim, pemaknaan nilai-nilai luhur seakan luntur karena masuknya nilai-nilai kebangsaan negara lain dengan cepat ke Indonesia, sehingga pemaknaan dalam hal cinta tanah air tergantikan dengan masuknya kultur budaya asing ke Indonesia,” ungkap Ichsan.

Ichsan mengungkapkan terdapat tiga cara yang dapat dilakukan oleh pemuda Indonesia saat ini dalam memaknai rasa cinta tanah air dan juga memunculkan semangat perubahan bagi bangsa Indonesia dalam menghadapi tantangan global, yaitu sadar, belajar, dan juga turun tangan. “Sadar yang diartikan di sini yaitu dibutuhkan penyadaran yang dimulai dari diri sendiri untuk bangkit dari keterpurukan dari berbagai hal, seperti pendidikan, ekonomi, maupun sosial budaya. Selain itu pemuda Indonesia juga harus sadar, dahulu pejuang Indonesia membutuhkan bambu runcing untuk melawan penjajah, sekarang pemuda Indonesia memiliki teknologi yang canggih, salah satunya yaitu media sosial yang dapat dijadikan pemuda Indonesia untuk mengajak seluruh lapisan masyarakat sama-sama berjuang dalam membawa perubahan bagi bangsa, dan yang terakhir yaitu turun tangan atau aksi nyata, dimana action atau tindakan langsung diperlukan untuk mewujudkan kedua-duanya,” tambah Ichsan.

Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Urusan Mahasiswa Internasional UMY, Idham Badruzaman, S.IP, M.A. Menurutnya, hari Sumpah Pemuda yang jatuh pada tanggal 28 Oktober bukan sembarang hari. Karena ada beberapa tantangan yang akan dihadapi oleh pemuda dan pemudi Indonesia. Tentu ini menjadi tugas yang amat berat bagi pemuda untuk bisa maju dan berkembang di dunia globalisasi ini. “Ada 3 tantangan yang akan dihadapi oleh pemuda dan pemudi Indonesia antara lain, menyongsong MEA, menjadi future leader, dan memiliki pengaruh global. Ketiganya harus mutlak dimiliki setiap insan pemuda indonesia, “ jelasnya.

Idham memberikan contoh pertama kali dengan akan diadakannya MEA. MEA ini menurutnya merupakan peringatan kepada pemuda agar bisa mengambil peran dalam kancah ASEAN yang sebentar lagi akan diberlakukan di akhir tahun ini. “Kedua, pemuda adalah future leader, para pemuda Indonesia harus banyak belajar dari banyak hal dan dari mana pun untuk kemudian menjadi pemimpin yang baik dan menjadi pemimpin yang berwawasan global. Pemuda harus banyak melihat contoh-contoh dan mempersiapkan diri. Karena, mau tidak mau, pada saatnya nanti mereka akan memimpin bangsa ini dengan posisi-posisi tertentu, mereka juga yang akan menentukan kemana bangsa ini akan dijalankan atau dibawa. Ketiga, pada pengaruh global, pemuda indonesia saat ini mendapat tantangan yang cukup serius dari pengaruh-pengaruh global,” terangnya.

Idham melanjutkan, apalagi saat ini ditentukan dan didukung oleh teknologi, moderanitas yang sangat tinggi, dunia internet yang sudah sedemikan rupa. Bahkan budaya bebas keluar masuk dengan sangat cepat dalam hitungan menit bahkan detik ke tangan beberapa pemuda yang ada di Indonesia. “Jika, pemuda kita tidak cukup kuat untuk bisa mensharing mengfilter pengaruh-pengaruh itu maka pemuda kita akan hanya ikut-ikutan saja dan mudah terpengaruh oleh budaya yang masuk. Ini jelas akan mempengaruhi kualitas pemuda kita nanti dan juga akan mempengaruhi bagaimana pemimpin kita di masa mendatang,“ lanjutnya.

Idham kembali menambahkan, pemuda Indonesia saat ini sudah mulai banyak turun tangan dan sudah mulai tergerak untuk tidak berdiam diri ketika ada konflik di sekitarnya. “Sekarang kita punya rasa memiliki terhadap masalah-masalah yang ada di sekitar kita dan itu perlu dibudayakan oleh pemuda kita. Karena mereka memiliki kreativitas yang cukup tinggi dibandingkan generasi yang sudah berumur. Mereka ini luar biasa, karena memiliki energi yang sangat besar sehingga daya kreatifitasnya ini bisa digunakan sebaik mungkin untuk kemudian turun tangan dan bisa terlibat pada masalah yang ada. Selama ini kita merasa masalah yang ada bukan urusan kita, karena sudah ada orang yang menanganinya, seperti instansi terkait yang sudah bertanggung jawab. Sekarang kita sudah mulai move on, bahwa kita bisa melakukannya dan terlibat untuk menyelesaikan permasalahan yang ada, “ paparnya.

Seorang pemuda adalah orang yang tidak ragu untuk melangkahkan kakinya mengarungi samudra untuk menambah wawasan internasional. Tetapi yang perlu diingat dalam mengaplikasikan sumpah pemuda juga tidak boleh lupa Indonesia. “Kita harus mempopulerkan istilah Indonesia. Satu contoh kecil adalah penggunaan bahasa Indonesia. Kita selama ini sudah sangat yakin dan bangga dengan menggunakan bahasa inggris, itu memang prinsip globalisasi, tetapi itu belum mengambil prinsip ke Indonesiaan. Seharusnya kita bisa menggunakan bahasa inggris tapi kita bangga menggunakan bahasa Indonesia. Dengan begitu bangsa ini akan memiliki emas dan aset terbaik untuk membangun bangsa Indonesia, “ jelasnya.

Idham menuturkan lagi, pemuda harus tahu bagaiamana kapasitas dan potensi yang dimiliki oleh Indonesia. Tentu untuk melakukannya kita tidak sendirian perlu bersinergi dengan banyak pihak. Salah satunya adalah pemerintah, di mana pemerintah harus menanamkan rasa nasionalisme, tetapi juga dibarengi dengan rasa menghormati. “Ingat bangsa ini bukan bangsa yang homogen tapi heterogen, sehingga menghormati dan menghargai perbedaan yang itu juga mutlak dimiliki oleh pemuda. Jadilah juga pemuda yang berpendidikan, karena itu adalah kunci untuk bisa mengangkat derajat dan ekonomi, karena dengan ini kita mereka memiliki harga diri yang baik dan memiliki kehormatan. Sedangkan ekonomi adalah simbol kesejahteraan sebuah bangsa. Dan jangan sampai pemuda itu putus sekolah, yang kemudian tidak bisa banyak berkiprah,” tutupnya.

Welts Blitz, Mobil Listrik Karya Mahasiswa Teknik UMY Raih Posisi Lima Besar pada Kontes Mobil Hemat Energi 2015

$
0
0

DSC_1370Welts Blitz, mobil listrik ciptaan mahasiswa Teknin Mesin Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), menjadi satu-satunya tim dari perguruan tinggi swasta yang masuk dalam peringkat lima besar. Pada posisinya tersebut, tim mobil listrik UMY berhasil mengalahkan tim dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) yang berada pada posisi keenam, disusul Institut Teknologi Nasional Malang, Universitas Negeri Semarang, Universitas Sumatera Utara, dan Universitas Negeri Surabaya. Sementara peringkat pertama hingga keempat diraih oleh tim dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Universitas Brawijaya, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), dan Universitas Syiah Kuala-Aceh.

Welts Blitz yang digawangi oleh 15 Mahasiswa Fakultas Teknik UMY ini berlaga dalam Kontes Mobil Hemat Energi (KMHE) 2015 di Malang pada 21-25 Oktober yang lalu dan berhasil meraih peringkat kelima pada perlombaan tersebut. 15 Mahsiswa yang terdiri atas 12 mahasiswa Teknik Mesin dan 3 Mahasiswa Teknik Elektro tersebut terbagi ke dalam 7 tim inti dan 8 tim eksternal. Ketujuh orang tersebut adalah Adang Mubarok Sidik, Ferdy Winanta Eka, Arif Burhanudin, Gunawan Eka Prasetyo, Dwi Verdi Firmansyah, Muhammad Firdaus, dan Yakeisna Auda.

Selaku manager team, Adang Mubarok menjelaskan bahwa persiapan mereka mengikuti kompetisi tahunan dari Kemenristek Dikti ini telah dimulai sejak awal tahun 2015. “Sejak bulan Februari kami telah membagi tim dengan tugas masing-masing untuk menyusun proposal yang akan diajukan kepada Kemenristek Dikti dan UMY,” terangnya. Hingga pada bulan Juni, team yang menamakan diri sebagai Namazu team kemudian mengumpulkan proposal yang telah mereka buat.

Pada 19 Juli, Kemenristek Dikti mengumumkan tim-tim yang lolos dan Namazu team merupakan salah satunya. “Setelah lolos, kami lalu memproses dana bantuan dari UMY lalu mulai merakit mobil listrik. Perakitan dimulai sejak awal September hingga H-1 perlombaan,” tambah Arif Burhanudin selaku mekanik dari Namazu team. Selama proses perakitan, kelima belas mahasiswa ini dibantu dan dibimbing oleh Ir. Aris Widyonugroho, salah seorang dosen prodi Teknik Mesin.

Kontes Mobil Hemat Energi (KMHE) 2015 sendiri diselenggarakan di Stadion Kanjuruhan, dengan Universitas Brawijaya sebagai tuan rumahnya. Dalam KMH terdapat dua kategori yakni kategori prototype yang merupakan mobil masa depan dengan mengutamakan sistem aerodinamis, dan kategori urban yang merupakan kompetisi pembuatan mobil berdasarkan pada mobil-mobil yang telah ada. Masing-masing kategori sendiri terdapat empat kelas antara lain kelas listrik, bensin, etanol dan solar. Wels Blitz, nama mobil karya Namazu team, merupakan kategori prototype kelas listrik.

Regulasi yang harus dijalani para peserta adalah peserta diwajibkan mengikuti technical inspection dan wajib lolos pada 10 pos yang ada, sebelum memasuki race. 10 pos tersebut terdiri atas pengecekan pengetahuan driver, uji berat driver dan mobil, uji pengereman statis, pengukuran dimensi kendaraan, pengecekan safety (keamanan), pengecekan akses kemudi dan jarak pandang, pengecekan writing diagram atau sistem pelistrikan, pengecekan kebisingan mesin dan klakson dan terakhir pengecekan slalom, akselerasi, dan pengereman dinamis.

Sebelum masuk pada technical inspection pos ke-10, Adang kembali menambahkan bahwa seluruh peserta wajib lolos pada technical inspection pertama hingga ke Sembilan. Namazu Team sendiri pada pertama kali test mengalami kegagalan dalam pos safety dan pos akses kemudi dan jarak pandang. “Dalam test safety, kesalahan tim kami ada pada sabuk pengaman. Sabuk pengaman seharusnya hanya terdiri dari satu kunci pengait dengan terpusat di tengah, namun milik kami ada dua kunci pengait yang terletak di atas dan bawah. Jadi kami harus mengubah ulang,” jelas Adang. Sedangkan penyebab gagalnya di pos pengecekan akses kemudi ada pada penggunaan MCB (Miniatur Circuit Breaker) oleh Namazu Team, sedangkan seharusnya MCB tidak digunakan.

Setelah merakit ulang mobil listrik buatannya, Tim dari UMY kemudian mengikuti technical inspection di Pos kesepuluh dan berhasil lolos untuk kemudian mengikuti race. Penilaian sendiri didasarkan pada nilai tertinggi dari total race yang diikuti oleh peserta, sedangkan masing-masing peserta diperbolehkan mengikuti race maksimal 5 kali. Meskipun hanya dapat mengikuti dua kali race, Namazu team berhasil mencetak skor terbaiknya pada 156,582 km/kwh dan berada di posisi kelima dari total 13 tim pada kategori prototype kelas listrik. Tim dari UMY sendiri merupakan lima besar dengan satu-satunya Perguruan Tinggi Swasta yang ada didalamnya.

“Kami berharap ke depannya adik-adik kelas kami dapat meniru langkah kami dalam mengembangkan teknologi mesin dan meraih prestasi di kompetisi-kompetisi nasional maupun internasional, sehingga dapat membawa nama baik bagi UMY sendiri ke ranah yang lebih tinggi dengan menyandang segenap prestasi” tutup Adang. (deansa)

Professor UK Tantang Kelayakan ASEAN Sebagai Komunitas

$
0
0

IMG_0290Akhir tahun 2015 merupakan awal baru bagi negara-negara di Asia Tenggara dengan dimulainya Asean Community. Menuju akhir tahun 2015, negara-negara anggota ASEAN (Association of South East Asian Nation) berupaya mempersiapkan masyarakatnya untuk menghadapi perubahan global yang akan terjadi di regional Asia Tenggara. Namun secara teknis masih banyak masyarakat awam yang belum paham betul dengan esensi dari ASEAN Community karena kurangnya keterlibatan mereka dalam berinteraksi dengan masyarakat negara-negara ASEAN lainnya.

Berdasarkan pada hal inilah, Prof. Allan Collins, Kepala Program Studi Ilmu Politik dan Budaya Swansea University, United Kingdom memberikan tantangan terhadap kelayakan ASEAN untuk disebut sebagai sebuah community (komunitas). Hal ini ia sampaikan dalam kuliah umum dengan mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional UMY pada Rabu (28/10) di ruang simulasi sidang HI.

Ia memaparkan bahwa sebuah komunitas harus memiliki karakteristik yang antara lain direct interaction (interaksi secara langsung) dan shared identities dan diffuse reciprocity (hubungan timbal balik). Masyarakat antar negara-negara di Asia Tenggara seharusnya juga sudah memiliki karakteristik tersebut. “Namun yang terjadi selama ini, hubungan yang terjadi antar negara-negara ASEAN masih berlangsung sebatas government-to-government. Sedangkan komunitas akan terjadi hanya bila hubungan itu terjalin people-to-people, dan ASEAN masih sangat minim dalam hubungan people-to-people,” jelasnya.

Namun hal ini, menurut Prof. Allan Collins bukan berarti ASEAN harus melepaskan status komunitasnya. Justru ini menjadi tantangan bagi masyarakat ASEAN untuk dapat lebih membangun sebuah identitas, yakni ASEAN. Masyarakat harus lebih paham bahwa ASEAN Community berarti membaur dengan negara-negara ASEAN lainnya, saling memahami antar masyarakat negara lain di Asia Tenggara dan menyatukan pandangan sebagai sebuah komunitas ASEAN. “Hal inilah yang menjadi tantangan besar, karena negara-negara ASEAN sendiri masih memiliki latar belakang budaya yang berbeda-beda, menganut keyakinan yang berbeda dan kemungkinan juga paham yang berbeda. Ini yang seharusnya menjadi fokus dalam membangun komunitas ASEAN tersebut. Karakteristik untuk membentuk komunitas yang telah disebutkan juga harus diterapkan secara nyata untuk mewujudkan kesungguhan ASEAN Community,” ujarnya.

ASEAN Community sendiri memiliki tiga pilar utama yakni Economic Community, Socio-Culture Community dan Political-Security Community. Prof. Allan Collins menyebutkan dalam bidang Political-Security Community, ASEAN telah menunjukkan usahanya untuk terus bergerak dengan bekerja sama antar satu sama lain. ASEAN juga telah memiliki disaster management bersama, human right body, dan kerjasama antar menteri-menteri dari masing-masing negara.

Sementara itu, Dian Azmawati, dosen Ilmu Hubungan Internasional UMY menambahkan bahwa produk yang dihasilkan dari Political-Security Community sudahlah bagus dan beragam. Namun yang masih menjadi kekurangan ada pada sistemnya. “Contohnya saja masalah kabut asap di Indonesia. ASEAN selaku organisasi regional belum memiliki wewenang untuk langsung memberikan bantuan atau menangani langsung permasalahan ini,” jelasnya. Maka untuk menjadi sebuah komunitas, yang juga dibutuhkan adalah adanya suatu kedaulatan terpusat yang memiliki wewenang untuk memberikan keputusan langsung di saat suatu negara anggotanya memiliki masalah.

Namun pada dasarnya secara konsep, ASEAN sudah sangat baik dengan menjadi sebuah komunitas. Hanya mekanisme secara praktis dan nyatanya yang masih menghadapi hambatan-hambatan dan belum berjalan lancar. Oleh karenanya seharusnya apa yang telah menjadi kesepakatan bersama antar negara-negara ASEAN dan yang telah tertulis dalam aturan-aturan bersama harus dapat diimplementasikan kepada masyarakat. (deansa)

Mahasiswa Pasca UMY Presentasikan Penelitian “Hutan dan Orang Rimba Jambi” di Thailand

$
0
0

Delapan mahasiswa Magister Ilmu Pemerintahan (MIP) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) mempresentasikan hasil penelitiannya tentang keunikan masyarakat lokal Indonesia pada ajang International Conference on Interdisciplinary Research and Development (ICIRD) 2015. Dalam konferensi internasional yang diselenggarakan di Maejo University, Chiangmai, Thailand pada Kamis (29/10) ini, kedelapan mahasiswa MIP UMY tersebut menyampaikan hasil risetnya mengenai Hutan dan Orang Rimba Jambi.

Menurut Ketua Prodi MIP UMY, Dr. Dyah Mutiarin yang juga ikut dalam supervisi penelitian ini mengungkapkan bahwa dari hasil penelitian yang didapatnya, Orang Rimba Jambi ternyata menolak manajemen kebijakan hutan Jambi yang dilakukan oleh pemerintah lokal. Hal ini menurutnya, menunjukkan bahwa isu lingkungan itu sangat perlu dilakukan dengan pendekatan budaya lokal. “Kasus kebakaran hutan seperti yang terjadi saat ini misalnya, sejatinya hal itu dapat dihindari jika Orang Rimba Jambi juga diposisikan sebagai stake holder pemerintah untuk mengawasi pembakaran di hutan-hutan Sumatera Selatan,” ujarnya.

Pemerintah lokal, lanjut Dyah juga dapat menjaga keberlangsungan tanah adat setempat yang menjadi bagian dari hutan Orang Rimba tersebut dengan bekerjasama menjadi “pengawas” awal kebakaran hutan. “Jangan sampai yang terjadi malah sebaliknya. Pemerintah lokal justru sebagai perpanjangan tangan dari penguasaan hutan oleh pemilik perusahaan-perusahaan yang sebelumnya ditinggali oleh Orang Rimba. Dan hendaknya, hasil penelitian para peneliti di bidang politik, sosial dan budaya semacam ini bisa digunakan oleh pemerintah Indonesia untuk menangani pembakaran hutan dan bencana asap yang terjadi setiap tahun. Selain itu, universitas juga seharusnya menjadi salah satu pencetak inovasi untuk menyelesaikan persoalan bangsa dan negara,” imbuh Dyan.

Dalam kesempatan ini, MIP UMY juga akan mulai menjajaki kerjasama dengan Sekolah Pascasarjana Maejo University dalam hal student exchange.


Dibutuhkan Pengawalan Masyarakat dan Pemerintah Daerah dalam Tindakan Hukum Bagi Pelaku Pembakaran Hutan

$
0
0

IMG_0302

Akibat dari bencana asap yang belakangan ini terjadi di Indonesia sudah sangat merugikan masyarakat dari berbagai hal, seperti ekonomi, fasilitas publik, kesehatan masyarakat, dan juga pendidikan. Korban dari kasus asap itu sendiri terdiri dari perorangan, masyarakat umum, institusi swasta dan pemerintah. Upaya hukum harus dipilahkan, bagi pelaku dan juga korban dari terjadinya kasus asap ini. Bagi warga perorangan yang terkena dampak asap harus mendapatkan perlindungan dari negara, terlepas dari efek kebakaran hutan tersebut sudah ditetapkan menjadi bencana nasional atau belum. Untuk menindaklanjuti tindakan hukum bagi pelaku pembakran hutan dibutuhkan penagwalan masyarakat dan juga pemerintah daerah untuk mengusut dan menangkao pelaku dari tindakan yang sangat merugikan masyarakat, dan pemerintah tersebut. Hal ini diungkapkan Dewi Nurul Musjtari, S.H., M.Hum, selaku pakar Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dalam diskusi terbatas yang diselenggarakan pada Jumat (30/10).

Anggapan terkait dengan pelaku pembakaran hutan akan terlepas dari jerat hukum jika kasus asap tersebut diangkat pemerintah menjadi bencana nasional, dalam hal ini harus dilihat dari pemilahan kepastian hukum bagi pelaku. Jika nantinya yang bersangkutan terbukti atau diduga melakukan pelanggaran hukum, kepastiannya akan dibuktikan di pengadilan, dan pastinya untuk membuktikan kasus tersebut, dibutuhkan kesaksian masyarakat dalam hal ini sebagai saksi untuk menguatkan dugaan bagi pelaku. “Peran serta masyarakat untuk mengawali dan juga menjadi saksi dalam hal ini sangat dibutuhkan bagi penegak hukum, kesaksian masyarakat nantinya akan menjadi bukti siapa-siapa saja aktor yang terlibat dalam kasus kebakaran hutan ini,” ungkapnya.

Ditambahkan Dewi, seharusnya masyarakat tidak takut untuk melaporkan kasus tersebut kepada pihak yang berwajib, dan untuk menguatkan laporan masyarakat dibutuhkan advokasi yang dilakukan lembaga-lembaga masyarakat yang peduli terhadap kasus tersebut, sebagai penguat badan hukumnya ketika kasus tersebut telah sampai kepada pengadilan. “Masyarakat tidak perlu takut untuk membantu pemerintah dalam memberikan kesaksian atas kasus kebakaran asap ini, karena tindakan yang dilakukan sudah sangat merugikan, dan jika ada tindakan hukum yang dilakukan, akan memberikan efek jera bagi pelaku, selain itu perbuatan ini sudah masuk ke tindakan pidana pengrusakan lingkungan,“ tambahnya.

Selain itu, imbuh Dewi lagi, dibutuhkan pula kontrol pemerintah daerah dan pemerintah pusat terhadap pemberian izin dalam pembukaan lahan yang diberlakukan kepada perusahaan maupun masyarakat dalam membuka lahan dengan menggunakan cara pembakaran lahan untuk pembebasan lahan. “Sejauh ini kontrol pemerintah daerah dan pusat masih minim dalam hal regulasi perizinan pembebasan lahan, seharusnya pemerintah turut mempertimbangkan analisis dampak lingkungan dalam memberikan izin pembebasan lahan, jika kontrol yang diilakukan oleh pemerintah berjalan, tindakan kebakaran hutan yang menyebabkan penyebaran asap tersebut tidak akan terjadi,” tutupnya.

Enam Mahasiswi Ners PSIK UMY Student Exchange Ke Thailand

$
0
0

IMG_20150921_151352_HDRSuatu keberuntungan bagi enam mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang telah berhasil menjalani student exchange di Faculty of Nursing, Khon Kaen University (KKU), Thailand. Program yang berlangsung selama 1 bulan pada September-Oktober 2015 ini, memang hanya dikhususkan bagi mahasiswa sarjana keperawatan yang sedang menempuh profesi ners. Zulfa Mahdiatur Rasyida selaku ketua kelompok dan anggota lainnya yaitu, Dewi Caesaria, Shendika Wirastiningtyas, Norma Anissa Yuliana, Dzurriyatun Toyyibah, Hanif Rasyiddah Noor, mengaku sangat senang bisa mendapat kesempatan ini.

Zulfa menjelaskan, bahwa student exchange ini merupakan program rutin dari hasil kerja sama antara PSIK UMY dan Faculty of Nursing KKU. Untuk kuota yang diberikan memang terbatas hanya 6 orang saja yang mendapat kesempatan. “Program ini juga berlaku sebaliknya bukan hanya kami yang berkunjung ke sana, tapi mahasiswa KKU juga berkunjung ke UMY untuk melakukan student exchange juga. Fasilitas yang diberikan pun sangat banyak seperti dormitory, bus gratis selama di KKU, praktek di Khon Kaen Hospital, maupun praktek menjadi perawat di Komunitas,“ jelas gadis kelahiran Kediri ini, pada Senin (2/11).

Tentu bukan suatu hal yang mudah untuk bisa mendapat kesempatan ini, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh keenam mahasiswi tersebut. “Meskipun dianggap beruntung, tentunya kesempatan ini tak mudah didapat. Ada beberapa penyeleksian yang cukup panjang. Pada bulan April adanya seleksi administrasi dengan salah satu persyaratan nilai TOEFL > 450 dan transkrip nilai S1. Dari keseleruhan ada 20 mahasiswa yang terdaftar dan memenuhi persyaratan administrasi. Dari ke 20 mahasiswa tersebut nantinya akan disaring lagi melalui tahap interview dengan bahasa inggris oleh dosen PSIK UMY. Pada tahap terakhir inilah akhirnya dipilih 6 mahasiswi untuk student exchange,“ terangnya.

Shendika Wirastiningtyas, memaparkan, bahwa, mendapat kesempatan mengunjungi negeri Gajah Putih ini sangat menyenangkan, terlebih kunjungan tersebut dikemas dalam sebuah program yang asik. “Selama 1 bulan di Tahiland saya dan teman-teman mendapat banyak pengalaman, diantaranya saat kami datang, kami langsung disambut oleh mahasiswa Master dan PhD dari Indonesia yang ada di KKU. Suasana ini menjadi sebuah penyemangat bagi kami untuk mencari ilmu dan pengalaman untuk pedoman di masa depan,“ paparnya.

Shendika juga mengatakan jika mereka mendapat banyak pelajaran dan pengalaman baru saat bersama mahasiswa dan mahasiswi Thailand. Khususnya saat mereka mengikuti kelas perkuliahan bersama mahasiswa-mahasiswi Thailand tersebut. “Saat bersama mereka, kami juga melihat semangat kerja keras yang sangat luar biasa. Selama kami melakukan praktek di Khon Kaen Hospital, tidak pernah sekali pun kami melihat perawat di Bangsal bersantai, seperti, bermain Hp, makan, ataupun saling ngobrol dengan rekan kerja. Hal inilah yang patut kita diteladani, karena jika suasana kerja kondusif, maka kepuasan pasien akan bertambah dan citra tenaga kerja dan rumah sakit juga akan semakin bagus,“ jelasnya.

Gaya dan suasana belajarnya pun berbeda, tambah Shendika, seperti saat mereka mendapat kuliah pakar oleh Ajarn (sebutan untuk dosen) Lakuwee tentang health care system dan Ajarn Pattama tentang foot care diabetic. “Ketika itu, hampir semua mahasiswa-mahasiswi suka belajar di waktu senggang mereka. Sepanjang hari mereka tampak membaca buku, menulis, diskusi, maupun mengetik di tempat-tempat umum, seperti di kantin, complex (semacam food court dan department store), dan di taman-taman kampus. Bahkan dosen-dosennya pun sangat friendly dalam cara mengajar,” tambahnya.

Selama satu bulan di sana, keenam mahasiswa profesi Ners UMY ini juga berkesempatan mengunjungi tempat-tempat bersejarah dan wisata di Thailand. “Selama di sana kami didampingi oleh supervisor, Ajarn Kesinee dan Ajarn Chatkanee, mereka sangat friendly dan asik banget. Selain belajar, kami juga di ajak jalan-jalan ke beberapa tempat yang sering dikunjungi oleh tourist asing, di antaranya Candi nongweng tempat para biksu, King Cobra Village tempat atraksi ular kobra, Ton Tann culinary place, night market, walking street, Pratunam Market, dan tempat-tempat indah lainnya milik KKU sendiri. Selain itu, sehari sebelum meninggalkan negeri yang tidak pernah dijajah itu, kami juga sempat berkunjung ke Bangkok, Ibu Kota Thailand, “ jelas Dewi Caesaria.

Dewi, kembali menambahkan bahwa pengalaman lain yang mereka dapatkan adalah dengan bertambahnya teman dari berbagai negara, seperti Cina dan Kamboja. Ia pun berharap program student exchange tersebut dapat berjalan tiap tahunnya.

Mahasiswa Farmasi UMY Juarai Pharmacy Competition UGM 2015

$
0
0

IMG_0304Prestasi membanggakan kembali ditorehkan mahasiswa Jurusan Farmasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang berhasil menjuarai kompetisi Pharmacy Competition UGM 2015. Kegiatan ini merupakan sebuah kompetisi Kefarmasian yang diselenggarakan oleh PIOGAMA (Pusat Informasi Obat Gajah Mada). Tim UMY berhasil mengalahkan 45 tim dari 22 Universitas dari seluruh Indonesia. Kompetisi tersebut diselenggarakan pada tanggal 31 Oktober sampai dengan 2 November 2015 bertempat di Fakultas Farmasi UGM. Hal tersebut sebagaimana diungkapkan Danang Aji Wiguna, selaku ketua tim ketika ditemui di Biro Humas dan Protokol (BHP) UMY, pada Senin (2/11).

Seperti diungkapkan Danang, kompetisi yang diikutinya tersebut terdiri dari berbagai babak penyisihan, tahap awal yaitu penyisihan dengan mengerjakan 200 soal terkait dengan ilmu Kefarmasian. Kemudian, dari tahap penyisihan tersebut diambil 9 tim untuk masuk ke babak semifinal. “Pada babak semifinal kami kembali berkompetisi dengan perlombaan cerdas cermat yang dibagi menjadi 3 kelompok dari 9 tim tersebut, dan kemudian alhamdulillah kami berhasil mewakili kelompok untuk masuk ke babak final,” ungkapnya.
Ditambahkan Danang, pada babak semifinal tersebut nilai tim UMY sempat imbang dengan tim UGM, kemudian dari dewan juri memutuskan untuk memberikan pertanyaan rebutan, dan akhirnya tim UMY berhasil mengalahkan tim dari UGM dan berhak masuk ke final. “Pada penyisihan di semifinal kami sempat memiliki nilai seimbang dengan tim UGM, dan hingga akhirnya kami kembali unggul pada pertanyaan rebutan dari dewan juri, dan berhak masuk ke babak final,” tambahnya.

Tim yang beranggotakan Danang Aji Wiguna, Komarudin, dan Aiyun Astiyani yang merupakan mahasiwa Jurusan Farmasi angkatan 2013 tersebut, dalam laga final berhasil mengalahkan tim UNAIR dan ITB, dengan perolehan nilai sempurna 390 poin. “Pada babak final kompetisi yang dilombakan yaitu konseling dan cerdas cermat, pada babak konseling kami mendapatkan 3 kasus yang diberikan oleh dewan juri, dan kami berhasil mendapatkan poin tertinggi dan akhirnya meraih juara 1,” ungkap Komarudin.

Pada penjurian konseling yang membuat Danang, dan kawan-kawan unggul yaitu karena adanya unsur keislaman dalam penyelesaian kasus yang diberikan oleh dewan juri, yaitu dengan menambahkan ucapan basmallah sebelum meminum obat yang dianjurkan kepada pasien muslim. “Kami juga turut menambahkan unsur keislaman dalam penyelesaian kasus yang diberikan oleh dewan juri, yaitu dengan menganjurkan mengucapkan basmallah kepada pasien sebelum meminum obat dalam proses penjurian konseling, sejalan dengan UMY yang Unggul dan Islami, kami tidak melupakan unsur keislaman yang telah kami dapatkan di kelas untuk diterapkan pada kompetisi ini,” tambahnya.

Danang kembali menambahkan, dengan menjuarai kompetisi tersebut lantas tidak membuat dia dan timnya puas, berbagai kompetisi terkait dengan kefarmasian akan kembali diikuti. ”Kami akan optimis untuk kembali berkompetisi terkait dengan Kefarmasian, kemenangan yang kami dapatkan kali ini merupakan langkah awal bagi kami untuk berkompetisi di kompetisi-kompetisi lainnya untuk membawa nama baik universitas,” tutupnya.

Peraturan tentang Perlidungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Perlu Direformulasi Ulang

$
0
0

IMG_0322Kabut asap yang melanda Indonesia belakangan ini, terjadi akibat pembakaran hutan. Sedangkan pembakaran hutan sendiri dalam Undang-Undang No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan diperbolehkan oleh negara. Dalam pasal 69 ayat 1 (h) berbunyi : Setiap orang dilarang melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar. Sedangkan pada ayat 2 pasal yang sama disebutkan : “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h memperhatikan dengan sungguh-sungguh kearifan lokal di daerah masing-masing”. Yang dimaksud dengan kearifan lokal pada ayat dua tersebut adalah melakukan pembakaran lahan dengan luas lahan maksimal 2 hektare per kepala keluarga untuk ditanami tanaman varietas lokal dan dikelilingi oleh sekat bakar sebagai pencegahan penjalaran api ke wilayah sekelilingnya.

Secara teknis, pasal tersebut dapat menimbulkan dua permasalahan sekaligus. Hal tersebut disampaikan oleh Dr. Yeni Widowaty, S.H., M.Hum., dalam Diskusi Publik “Kupas Tuntas Bencana Asap di Indonesia” pada Selasa (3/10) di Ruang Sidang Pascasarjana UMY. Ia menyebutkan permasalahan yang dimaksud adalah, pertama dalam konteks maksimal 2 hektare untuk masing-masing kepala keluarga. “Jika satu kepala keluarga diperbolehkan melakukan pembakaran atas 2 hektare lahan, jika banyak kepala keluarga yang melakukannya maka total lahan yang dibakar akan menjadi berpuluh-puluh hektare bahkan ratusan,” terangnya.

Sedangkan permasalahan kedua ada pada konteks pembolehan pembakaran lahan untuk kepentingan penanaman varietas lokal dan harus dikelilingi oleh sekat bakar saat lahan dibakar. “Permasalahan ada pada pengawasan poin tersebut. Jika pihak pemerintah benar-benar melakukan pengawasan terhadap kepentingan penanaman varietas lokal tersebut, tentu tidak akan banyak masyarakat yang melakukan pembakaran lahan. Namun permasalahannya ada pada kurangnya pengawasan pemerintah terkait hal tersebut,” terang Dr. Yeni.

Ia menambahkan bahwa pemerintah yang dimaksud adalah kepala desa. Sedangkan kepala desa sendiri tentu memiliki keeratan hubungan dengan masyarakat sehingga pengawasan ketat tidak akan mungkin terjadi.
Sehingga dengan ketidakoptimalan Undang-Undang yang telah dibuat, baik tentang kehutanan maupun perlindungan dan pengelolaan hidup sudah selayaknya dilakukan reformulasi ulang. Jika tidak direformulasi, maka pembakaran hutan dan lahan-lahan gambut, kedepannya masih akan terus terjadi dan berulang. “Jika undang-undang itu tidak direvisi atau direformulasi, maka pemerintah akan dianggap menyetujui salah satu penyebab adanya kebakaran hutan di Indonesia,” tutup Dr. Yeni.

Saat ini sendiri, Muhammadiyah juga sedang berupaya mendorong pemerintah untuk melakukan revisi undang-undang yang telah ada. Disampaikan oleh perwakilan Muhammadiyah Disaster Management Center, Rahmawati Husein, Ph.D. bahwa saat ini Muhammadiyah telah membentuk Jihad Konstitusi dan mengharapkan pemerintah segera melakukan revisi Undang-Undang. Pasalnya dengan adanya kebakaran hutan yang menyebabkan bencana asap, hal ini telah banyak memberikan kerugian kepada masyarakat Indonesia terutama dari sektor Sosial-Ekonomi.

“Kerugian secara ekonomi antara lain sepertinya melemahnya sektor perdagangan, sektor transportasi mengalami kemacetan dengan banyaknya penerbangan yang batal, hingga pada produksi pada tanaman yang menurun karena tidak adanya matahari selama berbulan-bulan di daerah bencana asap,” jelas Rahmawati.

Hingga saat ini, ia menyebutkan bahwa MDMC telah memberikan bantuan dalam sektor pemulihan ekonomi dan sosial seperti pembangunan children center bagi anak-anak agar dapat belajar di ruang bebas asap, pemberian bantuan medis bagi pasien penderita ISPA dan lain sebagainya. Ia menjelaskan bahwa selain membawa dampak buruk pada kerusakan ekosistem, bencana asap juga merusak sumber daya manusia dan sistem kehidupan sosial yang telah berjalan.

Ia menambahkan bahwa bencana asap di Indonesia pada tahun 2015 ini diperparah dengan bencana El-Nino yang sedang terjadi di dunia. Perubahan iklim drastis dan keterlambatan datangnya musim hujan juga menjadikan penanganan kabut asap menjadi lambat. Namun yang perlu masyarakat Indonesia wasapadai adalah pada Desember mendatang, Rahmawati menyebutkan akan tiba bencana El-Nina dimana hujan besar akan terus menerus terjadi dan bahkan badai. Sedangkan kawasan bekas hutan yang telah terbakar tentu akan membawa dampak banjir saat El-Nina terjadi. Sehingga masyarakat diharapkan benar-benar sadar akan manfaat hutan dan penanaman pohon untuk keberlangsungan ekosistem dan tidak merusaknya lagi di masa mendatang. (Deansa)

Reshuffle Kabinet Perlu Dilakukan untuk Mendukung Kemajuan Indonesia

$
0
0

IMG_0326Fenomena reshuffle dalam kabinet Kementrian RI baru, lazim terjadi di sistem Pemerintahan Indonesia pasca reformasi. Perubahan kabinet, dalam Kabinet Kerja Jokowi telah beberapa kali terjadi, hal tersebut menjadi sesuatu yang wajar terjadi jika dalam sistem kerja seorang menteri tidak sesuai dengan harapan Presiden, karena utamanya seorang menteri merupakan pembantu presiden. Dan salah satu penyebab dari reshuffle tersebut dikarenakan buruknya kompetensi yang dimiliki oleh seorang menteri, dan kekurangan dukungan politik dalam parlemen. Hal tersebut diungkapkan Eko Priyo Purnomo, M.Res, Ph.D, selaku pakar Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dalam diskusi terbatas yang diselenggarakan pada Rabu (4/11) di Gedung Pasca Sarjana UMY.

Dijelaskan Eko, kecendrungan reshuffle yang kerap terjadi di Indonesia, khususnya pada sistem Kabinet Kerja Jokowi, dilihat dari sudut kompetensi yang dimiliki oleh seorang menteri. Jika menteri tersebut buruk dalam memimpin dan mengambil sebuah keputusan, maka reshuffle perlu dilakukan dan hal ini demi mendukung kemajuan Indonesia. Performa seorang menteri ketika sedang melakukan tugasnya sudah sepatutnya profesional dan juga berkompetensi dalam bidangnya, jika seorang menteri performa dalam kepemimpinan dan kinerjanya sudah menurun dan tidak sejalan dengan visi misi Presiden, sudah sepatutnya dapat diganti.

Selain itu, dari aspek politik turut mempengaruhi seorang menteri di reshuffle, faktor tidak adanya dukungan politik di parlemen dan juga akan digantikan dengan partai politik lainnya, turut menjadi pertimbangan seorang menteri di reshuffle. “Jika kinerja seorang menteri tidak cukup baik dalam menjalankan tugasnya, tidak perlu menunggu waktu lama untuk melakukan reshuffle, kebijakan tersebut wajar dilakukan oleh Presiden untuk turut membantunya dalam menjalankan roda pemerintahan, terlepas dari kompetensi, faktor dukungan politik juga turut menjadi faktor seorang menteri di reshuffle,” ungkapnya.

Selain itu, untuk mewujudkan kinerja yang baik dalam sebuah kabinet dibutuhkan koordinasi yang baik antar menteri dalam menjalankan tugasnya. Karena sejauh ini jika dilihat dari sistem kerjanya, koordinasi para menteri dalam Kabinet Kerja masih keteteran dalam menjalankan tugasnya, karena kurangnya koordinasi antar menteri. Selain dari aspek koordinasi, perbaikan dalam hal penyatuan visi misi yang sudah dicanangkan oleh presiden dalam nawacitanya sudah sepatutnya turut dilakukan juga oleh menteri-menterinya. “Dibutuhkan koordinasi yang baik bagi masing-masing kementerian dalam menjalankan tugasnya untuk membentuk suatu struktural yang utuh, terlepas dari hal tersebut, penyatuan visi misi yang dibangun oleh Presiden sudah sepatutnya turut diemban oleh para menteri. Karena sejauh ini masih ada menteri yang dalam kerjanya tidak sesuai dengan visi misi Jokowi dalam hal nawacitanya membangun bangsa,” tambah Eko.

Eko turut berpesan, seorang menteri juga dituntut untuk menunjukkan kinerja yang baik dalam kementriannya, dibutuhkan kinerja yang nyata dan kerja keras dalam memperbaiki berbagai kondisi Indonesia saat ini. Salah satu contohnya dapat dilihat dari kinerja Kementerian Kehutanan dalam menangani kasus asap yang saat ini terjadi di Indonesia. Sementara hingga saat ini dapat dilihat, keputusan dan penanggulangan yang dilakukan oleh Kementerian Kehutanan dalam menangani kasus asap tersebut terkesan lamban dan tidak ada titik kejelasan dalam penanggulangannya. “Kerja nyata, dan kerja keras seorang menteri sangat dibutuhkan Jokowi untuk memperbaiki kondisi Indonesia saat ini, seorang menteri tidak perlu melakukan pencitraan di media untuk menumbuhkan kepercayaan publik, karena yang dibutuhkan oleh masyarakat saat ini adalah kerja nyata seorang menteri dalam membangun dan memperbaiki kondisi Indonesia saat ini,”tutupnya. (Adam)

SE Hate Speech Belum Miliki Batasan Jelas

$
0
0

Terbitnya surat edaran Kapolri tentang Hate Speech masih menjadi polemik di kalangan masyarakat, bahkan juga kalangan akademisi. Kalangan akademisi pun menilai, adanya SE (Surat Edaran) Hate Speech tersebut masih belum memiliki batasan yang jelas, hingga apabila tetap diterapkan bisa membahayakan. Definisi hate speech yang masih sangat luas ini pun masih dimaknai begitu sempit. Seharusnya, hate speech bukan hanya dibatasi pada presiden dan public figure saja, namun bisa diarahkan pula pada perilaku rasial, anti terhadap gender, perilaku seks, atau pada kelompok agama tertentu.

Sebagaimana disampaikan pakar Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Bambang Eka Cahya Widodo, S.IP., M.Si, saat ditemui di Jurusan Ilmu Pemerintahan UMY pada Kamis (5/11). Menurutnya, bentuk hate speech tersebut bermacam-macam. Misalnya, membenci orang karena kulitnya, rambutnya, agamanya, seksualitasnya, bahkan ketika membicarakan mengenai poligami dalam suatu grup dan membuat perempuan merasa tidak nyaman, itu juga termasuk kategori hate speech. “Artinya, permasalahan ini menjadi sangat luas dan itu harus ditegaskan. Karena sistem pengaturan regulasi kita tentang hate speech itu jauh dari cukup, jadi buatlah UU yang definitive dan tegas. Hate speech itu, tentu saja harus dibatasi dan diberikan sanksi bagi yang melakukannya, karena sebagian besar negara di dunia juga mempunyai undang-undang khusus yang mengatur tentang ini, misalnya tentang rasisme. Nah, sedangkan di Indonesia masih belum jelas, tiba-tiba saja muncul surat edaran Kapolri tentang hate speech ini. Padahal kita sendiri juga masih belum memiliki batasan yang jelas dan belum ada pengelompokan hal apa saja yang bisa dikategorikan sebagai Hate Speech, ini yang membahayakan,” jelasnya.

Mantan Ketua Bawaslu periode 2008-2011 ini pun mengakui jika kebebasan berpendapat (freedom of speech) memang merupakan salah satu unsur dari demokrasi. Tapi di sisi lain, pengaturan tentang hate speech di Indonesia sendiri masih sangat tradisional, kuno, lama dan lentur. “Jikalau hate speech ini menjadi persoalan besar di negara kita yang demokratis ini, sebaiknya buatlah UU khusus yang mengatur tentang itu. Misalnya dimasukkan dalam pembahasan KUHP, dengan syarat, peraturan tentang hate speech ini harus jelas,” tegasnya.

Bambang kembali melanjutkan, surat edaran yang dikeluarkan oleh Kapolri ini pasti ada tujuannya dan kepentingan dari kapolri itu sendiri. “Saya pikir, surat edaran ini masih belum cukup. Kapolri mungkin punya kepentingan, misalnya ingin mengurangi resiko konflik di masyarakat. Lagipula presiden punya pendukung, beliau bisa marah karena beliau dimaki-maki dengan cara tidak terhormat yang bisa menimbulkan gesekan di lapangan. Tapi, di sisi lain Kapolri perlu menyadari bahwa kerangka hukum dan perundang-undangan tidak sepenuhnya memberikan perlindungan terhadap objek dari hate speech. Dan
saya tegaskan kembali, bahwa hate speech ini bukan untuk figure presiden saja tetapi semua kalangan. Kita ini, sudah kebablasan dalam memaknai freedom speech yang akhirnya mengurangi kenyamanan kita dalam hal berdemokrasi. Kita ini belum punya kerangka hukum yang baik. Sudah ada akomodasi freedom speech namun belum ada batasan yang disesuaikan, “ tegas Dosen Ilmu Pemerintahan UMY ini lagi.

Bambang kembali menjelaskan, sebagai negara demokrasi, tentu saja kita punya hak untuk mengkritisi kebijakan atau peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah. “Pemerintah itu harus dikritik karena presiden itu bukan dewa atau nabi. Tapi terkadang kita tidak bisa membedakan antara kritik dan hate speech. Selain itu, masyarakat Indonesia sendiri terkadang berlebihan dalam mengungkapkan kritik, yang kemudian lebih mengarah pada menyudutkan pribadi seseorang bukan kebijakannya. Tapi, jika kita ingin mengkritik kebijakannya silahkan,” terangnya.

Lagipula, lanjutnya, Indonesia juga tidak memiliki tolak ukur soal mengungkapkan kritik dengan baik, sehingga seringkali terpeleset menjadi hate speech. “Kalau sudah menyerang harga diri, kehormatan, dan keluarga itu sudah masuk dalam ketegori hate speech. Yang menjadi persoalan besar adalah belum ada batasan yang jelas. Kapan presiden dikritik sebagai kepala negara, sebagai Jokowi, dan sebagainya. Ini perlu diperbaiki bersama, “ lanjutnya.

Menanggapi peraturan Hate Speech yang juga berlaku untuk pengguna media sosial, Bambang mengatakan, larangan melakukan hate speech tersebut juga bisa menjadi proses pendewasaan seseorang. Karena masih banyak orang menganggap bahwa media sosial itu media pribadi. “Namun, perlu kita ingat bahwa, sejatinya media sosial itu punya audiens, yang mungkin saja merasa tersakiti dengan pernyataan yang kita sampaikan lewat media sosial. Sebetulnya, masyarakat Indonesia ini masih gagap budaya. Di satu sisi kita sangat modern menggunakan media sosial, tapi di sisi lain kita masih tradisional dalam hal-hal penggunaannya, karena kita masih menganggap bahwa media sosial ini media curhat,“ jelasnya.

Kecuali, lanjutnya, seseorang itu bisa menolak semua pertemanan. “Tapi, begitu kita punya teman dan followers, artinya kita memiliki audiens. Dalam hal ini seharusnya ada keterlibatan dari UU IT. Sebetulnya kita ini masih mencari pola dan mencari bentuk. Jadi, sebenarnya kebebasan berpendapat kita ini tidak dibatasi sepanjang kita tidak menyakiti orang lain. Pertanyaannya akan lain lagi ketika orang merasa tersakiti oleh pendapat kita. Dan sebetulnya yang menentukan apakah seseorang itu merasa tersakiti dengan pendapat kita, bukan kita tapi mereka sendiri. Jadi, hal ini juga perlu ditindaklanjuti kembali,“ lanjutnya.

Sebetulnya, menurut Bambang, pemerintah juga sudah menyediakan wadah atau tempat bagi siapa saja yang ingin mengkritik kebijakan pemerintah. “Pertama, memberikan petisi, saat ini sudah banyak. Misalnya pada thechange.org di sana kita bisa berpendapat panjang lebar untuk mendapatkan dukungan, ini merupakan cara yang masih terhormat. Kedua, kita bisa mengirimkan surat ke parpol, DPR, atau presiden tentang persoalan kita. Dan tulislah persoalan kita itu secara lengkap agar tidak dianggap surat kaleng, “ tuturnya.

Bambang menuturkan lagi, bahwa cara domonstrasi atau unjuk rasa juga menjadi pilihan yang tepat. “Apalagi dilindungi oleh UU bahkan polisi tidak bisa melarang selama dalam jalannya demontrasi tidak ada kata yang menyinggung orang yang di demo. Menulis artikel di koran juga menjadi sebuah cara untuk mengadu atau mengkritik kebijakan. Tapi yang perlu kita ketahui bersama, batas mengkritisi dan menghina itu beda tipis, jadi perlu hati-hati,“ tutupnya. (Ica)

Lowongan Penerimaan Dosen UMY 2015


Ki Bagus Hadikusumo Sangat Memegang Prinsip Menjadikan Agama Islam Sebagai Dasar Akhlak Pemimpin

$
0
0

Mantan Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang juga merupakan pahlawan nasional Ki Bagus Hadikusumo dalam hidupnya sangat memegang prinsip menjadikan Islam sebagai dasar akhlak pemimpin. Prinsip akidah yang dipegang oleh Ki Bagus Hadikusumo sangatlah kuat, namun yang disayangkan terdapat beberapa artikel dan juga pandangan masyarakat Indonesia yang salah terkait prinsip Ki Bagus Hadikusumo tersebut, yang seharusnya Islam dijadikan sebagai dasar akhlak pemimpin, namun anggapan yang beredar di masyarakat yaitu Ki Bagus ingin menjadikan Indonesia sebagai negara Islam. Hal tersebut yang harus dikoreksi oleh masyarakat, terkait anggapan prinsip pemikiran Ki Bagus tersebut. Hal tersebut diungkapkan Dr. Ir. Gunawan Budiyanto, M.P, selaku Wakil Rektor 1 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dan juga sebagai cucu dari Ki Bagus Hadikusumo pada Jumat (6/11) bertempat di ruang rektorat UMY ketika dikonfirmasi terkait pemberian gelar pahlawan oleh Pemerintah Indonesia kepada Ki Bagus Hadikusumo.

Gunawan menuturkan, untuk membuktikan pemikiran Ki Bagus terkait prinsip menjadikan Islam sebagai dasar akhlak pemimpin Gunawan dapat membuktikannya melalui tulisan-tulisan Ki Bagus terkait hal tersebut. Karena pada dasarnya pemikiran menjadikan Islam sebagai akhlak pemimpin dapat dilakukan oleh masyarakat muslim dalam menjalankan kehidupannya. “Pemikiran masyarakat terkait prinsip Ki Bagus yang menjadikan Islam sebagai dasar akhlak pemimpin perlu dikoreksi, karena masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa maksud dari prinsip Ki Bagus tersebut yaitu berkeinginan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara Islam itu sangat salah, untuk membuktikan prinsip Ki Bagus tersebut saya bersedia menunjukkan tulisan-tulisan Ki Bagus terkait prinsip tersebut untuk meluruskannya di masyarakat,” ungkapnya.

Terlepas dari dasar prinsip pemikiran Ki Bagus tersebut dalam menjadikan Islam sebagai dasar akhlak pemimpin, Ki Bagus telah banyak berperan dalam Kemerdekaan RI, dan juga kemajuan Muhammadiyah sebagai organisasi Islam yang pernah dipimpinnya. Untuk menghargai segala jasa Ki Bagus tersebut, Pimpinan Pusat Muhammadiyah membentuk tim naskah akademik untuk gelar pahlawan Nasional bagi Ki Bagus Hadikusumo. Kemudian PP Muhammadiyah menugaskan kepada kedua instansi perguruan tinggi yang dimiliki Muhammadiyah yaitu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), dan Universitas Muhammadiyah Prof. Hamka (UHAMKA) untuk mempersiapkan naskah akademik pengajuan gelar pahlawan Nasional. “Pengajuan pemikiran untuk menjadikan Ki Bagus sebagai tokoh pahwalan nasional tersebut sebenarnya telah diajukan sejak tahun 2002 kepada Pemerintah, namun baru terealisasikan di tahun 2015 ini,” ungkap Gunawan. Sebelumnya Ki Bagus telah mendapatkan penganugerahan Bintang Maha Putra dari presiden Soeharto pada tahun 1993, disaat momen hari kebangkitan nasional di Istana Negara.

Gunawan kembali menjelaskan, bahwa pihak keluarga terkait pemberian gelar pahlawan bagi Ki Bagus yang diserahkan oleh Presiden Jokowi di Istana negara pada Kamis (5/11) yaitu berkeinginan ada penekanan atas keterlibatan Ki Bagus pada sidang BPUPKI (Badan Penyelidikan Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada tanggal 18 agustuts 1945. Pada saat itu terdapat masalah dalam draft pancasila, saat itu sila ketuhananan masih berada pada sila ke lima dalam pancasila, kemudian untuk menggodok kembali isi pancasila tersebut Ir. Soekarno menyerakan perancangan draft pancasila tersebut kepada tim 9, yang salah satu anggotanya adalah Ki Bagus. Kemudian tim 9 bekerja dalam merancang draft pancasila dengan menghasilkan rumusan pancasila, salah satunya yaitu memindahkan asas ketuhanan menjadi sila pertama, dengan isinya saat itu yaitu ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.

Kemudian Bung Hatta kembali memanggil Ki Bagus sebagai salah satu anggota tim 9 untuk mencoba melihat kembali isi pasal terkait ketuhanan tersebut, karena Bung Hatta merasa pada sila kelima tersebut terkait ketuhanan belum mencerminkan kesatuan negara Indonesia. Selanjutnya terjadi perubahan pada sila ketuhanan tersebut menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa, sebelumnya sempat terjadi negosiasi alot dalam keputusan tersebut, karena Ki Bagus bersikukuh tetap mempertahankan isi sila tersebut. Dan akhirnya berdasarkan keputusan tim 9 melalui negosiasi panjang, isi sila pertama tersebut menjadi Ketuhanan Yang Masa Esa. “Selain sebagai perancang rumusan pancasila, Ki Bagus juga turut berperan dalam penyusunan pembukaan UU dasar 1945, sebelumnya ajuan draft pembukaan UUD 1945 yang diajukan Ki Bagus yaitu Mukaddimah UUD 1945, karena pemilihan kata Mukaddimah terlalu ke arab-araban kemudian digantikan dan diputuskan menjadi pembukaan UUD 1945,” tambahnya.

Untuk menghormati jasa-jasa Ki Bagus Hadikusumo sebagai pejuang Muhammadiyah, dan pejuang Indonesia, di beberapa bangunan gedung institusi pendidikan milik Muhammadiyah diberi nama Ki Bagus Hadikusumo, seperti halnya bangunan yang ada di UMY. “Sebagai bentuk penghargaan kepada Ki Bagus, UMY turut memberikan nama gedung yang ada di UMY dengan nama Ki Bagus Hadi Kusumo,” tutup Gunawan.

Gubernur DIY Dukung Kerjasama UMY dengan Jerman

$
0
0

Untitled1

Tingkat kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung dan kanker di Indonesia tergolong tinggi, terutama di Yogyakarta. Hal ini mengingat Yogyakarta banyak dihuni oleh orang-orang tua, sedangkan tenaga medis dan fasilitas kesehatan yang dapat menangani kedua penyakit tersebut di Indonesia saat ini masih sangat minim.

Atas dasar itulah, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) bersama Westfälische Wilhelms-Universität (WWU) Muenster dan Rumah Sakit Pendidikan Muenster, Universitätsklinikum Muenster (UKM) Jerman, melakukan kerjasama di bidang penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan kesehatan. Guna mendukung pembentukan kerjasama tersebut, Delegasi Gubernur DIY yang terdiri dari unsur Pemda DIY dan perwakilan dari UMY melakukan kunjungan kerja ke Jerman pada tanggal 2 hingga 8 November 2015.

Penandatanganan kerja sama dilakukan antara Rektor UMY, Prof. Dr. Bambang Cipto, M.A, Perwakilan WWU Munster, Dr. Ch. Hoppenheit, dan Medical Director UKM, Prof. Norbert Roeder di Kampus WWU Muenster, Jerman pada tanggal 4 November 2015. Turut hadir sebagai saksi penandatanganan tersebut Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, dan Mantan Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY yang sekaligus anggota dewan pengarah UMY, dr. Agus Taufiqurrohman, Sp.S., M.Kes.

Melalui kerjasama tersebut, para pihak menyepakati untuk saling bekerja sama menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan penanganan penyakit di beberapa bidang, termasuk di antaranya di bidang cardiovascular, bedah cardiovascular dan endovascular, kanker, dan pengobatan reproduksi. Para pihak juga menyepakati pertukaran informasi, dosen dan mahasiswa di bidang-bidang yang telah disepakati.

Kerjasama tersebut juga merupakan salah satu langkah UMY dalam usahanya untuk mendirikan Pusat Penanganan Penyakit Jantung dan Kanker yang direncanakan akan bertempat di PKU Muhammadiyah Unit II Gamping, Yogyakarta. Hasil dari kerjasama ini juga setidaknya mulai dapat dinikmati manfaatnya oleh masyarakat setelah enam bulan ke depan, di rumah sakit PKU Muhammadiyah.

Pada kunjungannya ke WWU Muenster, Gubernur DIY yang didampingi oleh Istri, GKR Hemas dan Kepala BKPM DIY, Totok Prianamto, juga menyempatkan diri untuk meninjau metode belajar mengajar di Fakultas Kesehatan WWU Muenster, serta meninjau fasilitas kesehatan di UKM.

Gubernur DIY menyampaikan apresiasi atas kemajuan pendidikan dan fasilitas di WWU Muenster dan UKM, serta menyampaikan harapan atas kerjasama antara UMY dengan WWU Muenster dan UKM. “Saya sangat senang berada di tempat ini, kampus yang sangat maju dan kreatif membantu kemajuan kesehatan masyarakat. Semoga kerjasama dengan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta membawa manfaat dan mempererat persahabatan kedua negara,” ujar Sultan HB X.

Pada kesempatan berbeda, hal senada juga diungkapkan oleh Rektor UMY, Prof. Dr. Bambang Cipto. Saat ditemui di ruangannya pada Selasa (10/11), Prof. Bambang menyampaikan adanya kerjasama tersebut tentunya akan menguntungkan bagi UMY dan Yogyakarta. Karena setelah adanya kunjungan tersebut, UMY akan segera mengembangkan dan mendirikan Pusat Penanganan Penyakit Jantung dan Kanker (Cardiovascular) pertama di Yogyakarta. “Karena itu, kami juga berharap bisa meluaskan kerjasama ini dengan Pemerintah DIY,” ungkapnya.

Selain melakukan pertemuan dan kunjungan ke WWU Muenster dan UKM, Delegasi Gubernur DIY juga melakukan pertemuan dengan Perwakilan Pemerintah Kota Muenster, Perwakilan Kementerian Kesehatan Jerman, Dubes RI Berlin, serta melakukan ramah tamah dengan masyarakat Indonesia di Muenster dan Berlin.

Pemerintah Indonesia Masih Perlu Benahi Daerah Perbatasan

$
0
0

IMG_0698

Pemerintah Indonesia dipandang masih perlu melakukan pembenahan pada daerah-daerah perbatasan. Hal ini didasarkan pada kondisi desa-desa tertinggal yang ada di Indonesia dan dari 5.011 desa tertinggal tersebut, 1.138 diantaranya berlokasi di daerah perbatasan. Untuk itulah mengapa hal inilah yang seharusnya masih menjadi tugas besar pemerintah untuk memperbaiki sistem dan juga kesejahteraan masyarakat yang berlokasi di daerah perbatasan, agar negara Indonesia tidak dipandang sebelah mata oleh negara tetangga.

Hal tersebut sebagaimana diungkapkan Wakil Rektor 1 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Dr. Ir. Gunawan Budiyanto, M.P saat menjadi keynote speech dalam acara Bincang Sebatik, pada Kamis (12/11) di Gedung Ar. Fachruddin B lantai 5 Kampus Terpadu UMY. Gunawan yang juga sekaligus sebagai penanggungjawab program Kuliah Kerja Nyata (KKN) Perbatasan bagi mahasiswa UMY ini juga mengungkapkan bahwa bagi sebagian negara, daerah perbatasan merupakan sebuah etalase yang dapat menjaga gengsi antar negara perbatasan. “Dan masing-masing negara itu membenahi daerah perbatasannya dengan sedemikian rupa, agar tidak dipandang sebelah mata oleh negara lain. Pembenahan di daerah perbatasan itu biasanya difokuskan pada segi infrastruktur dan juga kesejahteraan masyarakat. Tujuannya jelas agar tidak ada intervensi dari negara lain terhadap masyarakat yang tinggal di daerah perbatasan. Dan pemerintah Indonesia seharusnya juga bisa membenahi daerah-daerah perbatasannya, agar tidak dipandang sebelah mata oleh negara lain, terlebih lagi oleh negara tetangga,” jelasnya.

Gunawan juga menyampaikan bahwa sesuai dengan Peraturan Presiden No 2 Tahun 2015 terkait dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) merupakan sebuah perencanaan Kementrian dan Lembaga Pemerintahan untuk periode lima tahun bagi masing-masing daerah. Dalam Perpres No 2 tahun 2015 tersebut dijelaskan RPJM Nasional memuat strategi pembangunan nasional, kebijakan umum, program Kementerian/Lembaga dan lintas Kementerian/Lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. “Dapat dilihat bahwasannya terkait dengan lintas kewilayahan tersebut telah diatur dalam Perpres untuk rencana pembagunan dalam jangka menengahnya, namun jika dilihat pada kenyataannya masih banyak daerah-daerah diperbatasan yang terbelakang dalam hal ekonomi, dan kesejahteraannya,” ungkap Gunawan.

Gunawan kembali menambahkan, saat ini yang masih menjadi kendala dalam wilayah daerah 3T (Tertinggal, Terluar, dan Terdepan) terdiri dari 3 aspek, yaitu bidang pendidikan, infrastruktur,dan juga kesejahteraan sosial masyarakat. Dari bidang pendidikan contohnya, jumlah tenaga guru terkadang tidak sebanding dengan jumlah murid yang berlokasi di daerah perbatasan maupun wilayah 3T, jumlah guru yang sedikit tidak dapat mencukupi jumlah murid yang banyak, penyebaran guru ke daerah-daerah perbatasan dan wilayah 3T seharusnya semakin ditingkatkan. “Faktor pendidikan menjadi hal utama dalam membangun kesejahteraan masyarakat di daerah perbatasan. Selain itu infrastruktur jalan juga turut harus diperhatikan karena merupakan sebuah akses untuk pembagunan ekonomi masyarakat,” tambahnya.

Beberapa waktu yang lalu, mahasiswa UMY telah sukses menyelenggarakan KKN (Kuliah Kerja Nyata) di Pulau Sebatik Kabupaten Nunukan selama kurang lebih dua bulan. Dalam KKN di perbatasan tersebut berbagai program turut dijalankan oleh mahasiswa UMY dalam kegiatan KKN, yaitu Sinergitas Pendidikan, Ekonomi Kreatif, dan Penguatan Karakter Pemuda Berbasis Moral dan Intelektual. Ahmad Ma’ruf, S.E., M.Si selaku dosen pembimbing lapangan dan juga pembicara dalam seminar tersebut mengungkapkan, kegiatan KKN di daerah perbatasan sangat dapat membantu pemerintah dalam hal permasalahan sosial yang terjadi di daerah perbatasan, khususnya di Pulau Sebatik. Ahmad Ma’ruf berharap kegiatan KKN di perbatasan tersebut dapat terus berlanjut kedepannya, terutama pemilihan lokasi KKN di wilayah-wilayah 3T. “Program KKN di daerah perbatasan merupakan sebuah solusi yang tepat yang dilakukan mahasiswa dalam kepeduliannya terhadap kondisi bangsa, berbagai kegiatan dan program KKN yang akan dilaksanakan oleh mahasiswa di daerah perbatasan, tentunya turut dapat membantu pemerintah dalam memperbaiki kondisi sosial masyarakat yang tinggal di daerah perbatasan,” ungkapnya. (adam)

“Milad Muhammadiyah ke-106” Muhammadiyah Harus Mampu Berikan Pencerahan Bagi Bangsa

$
0
0

Sebagai sebuah organisasi masyarakat terbesar di Indonesia, Muhammadiyah memiliki peran yang sangat strategis dalam membantu pembangunan dan kemajuan bangsa. Terlebih lagi dengan masih banyaknya persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia, Muhammadiyah selayaknya juga harus mampu memberikan pencerahan bagi bangsa yang semakin tertatih-tatih keluar dari problematikanya. Berdasarkan hal itulah, pada Milad Muhammadiyah yang ke-106 berdasarkan kalender Hijriyah ini Muhammadiyah akan mengangkat tema besar “Gerakan Islam Mencerahkan Keadaban Bangsa”. Tema besar Muhammadiyah ini juga akan disampaikan pada malam puncak Milad Muhammadiyah ke-106 yang akan diselenggarakan di Sportorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada rabu (18/11).

Menurut Ketua Panitia Milad Muhammadiyah ke-106, Dr. M. Nurul Yamin, M.Si, saat ditemui pada Jum’at (13/11) mengatakan, tema Milad tersebut didasarkan pada kondisi bangsa Indonesia saat ini. Banyak persoalan bangsa yang menurutnya perlu diperhatikan, tak hanya oleh pemerintah sendiri tapi juga oleh Muhammadiyah. “Bukan hanya persoalan kemiskinan yang masih menggelayuti rakyat kecil, tetapi juga persoalan moralitas bangsa dan hukum yang semakin jauh dari nilai-nilai keutamaan. Dan di sinilah, Muhammadiyah memiliki peran besar untuk membantu pemerintah dan bangsa Indonesia, untuk bersama-sama memecahkan dan keluar dari masalah-masalah ini,” ungkapnya.

Yamin juga menjelaskan maksud dari “Gerakan Islam” dalam tema tersebut. Menurutnya, Gerakan Islam yang dimaksud adalah Gerakan Islam yang berkemajuan dan ini tentunya akan membantu Muhammadiyah dalam mewujudkan cita-citanya dalam memberikan pencerahan bagi bangsa Indonesia. Sebab, pandangan Islam Berkemajuan sendiri menurut Yamin merupakan wawasan Muhammadiyah yang sudah ada sejak awal berdirinya. “Pandangan ini secara sistematik juga telah dirumuskan dalam Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua. Bahkan dalam Muktamar ke-47 lalu di Makassar, tema Islam Berkemajuan sudah menjadi wacana yang meluas. Hal ini menunjukkan bahwa gerakan Islam yang didirikan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan ini telah memperoleh tempat dan penghargaan positif di kancah nasional bahkan internasional,” jelasnya.

Tak hanya itu, konsep Islam Berkemajuan itu sendiri menurut Yamin juga sudah didasarkan pada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang mengajarkan tentang nilai-nilai kemajuan. “Insan Muslim baik individu maupun kolektif, haruslah maju di segala bidang kehidupan. Karena dirinya, selain sebagai abdi Allah yang menjalankan fungsi ibadahnya, pada saat yang sama juga berperan sebagai khalifah fil-ardhl yang bertugas untuk memakmurkan bumi. Dan hal ini sudah disebutkan dalam Al-Qur’an surah Adz-Dzariyat ayat 56 dan Al-Baqarah ayat 30 serta surah Hud ayat 61,” ungkap dosen Fakultas Agama Islam (FAI) UMY ini lagi.

Selain itu, tambah dosen Pascasarjana UMY ini lagi, di beberapa ayat di dalam Al-Qur’an lainnya masih banyak yang menyebutkan tentang pentingnya menjadi seorang muslim yang berkemajuan sehingga menjadi penting bagi setiap insan untuk dapat terus mengembangkan potensi diri sebelum membesarkan sebuah golongan. “Bahkan Nabi Muhammad bersama kaum Muslimin selama 23 tahun di Makkah dan Madinah memberi uswah hasanah tentang bagaimana menyebarluaskan dan mewujudkan Islam berkemajuan. Di jazirah Arab yang pada mulanya dihuni oleh kaum jahiliyah berhasil dibawa oleh Nabi Muhammad dengan berdasar pada ajaran Islam sebagai agama yang membangun peradaban yang utama. Dan itulah Islam sebagai Din al-Hadlarah atau agama peradaban,” tutur Yamin.

Dengan menjunjung tinggi dalam melaksanakan dan melanjutkan syiar Nabi Muhammad inilah, Muhammadiyah selalu berusaha keras dalam mewujudkan Islam yang berkemajuan. “Oleh karena itu Muhammadiyah terpanggil untuk meningkatkan peran dakwah guna mencerahkan keadaban bangsa. Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi masyarakat terbesar di Indonesia ini, akan berusaha membantu pemerintah dalam berperan memajukan kehidupan bangsa,” tutup Yamin.

“Milad Muhammadiyah Ke-106” Peduli Pendidikan Tanah Air, Antarkan IPM Raih Penghargaan Nasional dan Internasional

$
0
0

Prestasi membanggakan terus ditorehkan oleh salah satu organisasi otonom Muhammadiyah, yakni Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM). Sebagai sebuah organisasi kepemudaan yang peduli terhadap kemajuan pendidikan tanah air, mengantarkan IPM meraih berbagai penghargaan baik di tingkat nasional maupun internasional. Penghargaan yang diraihnya pun beragam, mulai dari Penghargaan Pemuda Indonesia (PPI), Organisasi Kepemudaan (OKP) berprestasi tingkat nasional, hingga penghargaan dari ASEAN TAYO (Ten Accomplished Youth Organitations) yang sudah diraihnya sebanyak tiga kali pada tahun 2006, 2012 dan 2014. Bahkan dalam waktu dekat ini IPM juga berhasil masuk dalam nominasi beberapa penghargaan, diantaranya yaitu masuk ke dalam 20 besar nominasi APP (Anugerah Peduli Pendidikan) dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang hasilnya akan diumumkan pada bulan Desember mendatang, dan masuk dalam 10 besar nominasi Penghargaan dari BNN (Badan Narkotika Nasional) dalam kategori Organisasi Peduli Narkoba.

Penghargaan Pemuda Indonesia (PPI) yang baru saja diraih untuk keempat kalinya ini pun berkat keeksistensian dan kepedulian IPM terhadap pendidikan di Indonesia. Organisasi kepemudaan milik Muhammadiyah ini turut membantu pendidikan tanah air dengan membuat sebuah program Rumah Inspiratif Pelajar Indonesia. Sebagaimana diungkapkan oleh M. Khoirul Huda selaku Ketua Umum Pimpinan Pusat IPM, saat diwawancarai pada Sabtu (14/11). Menurutnya, agenda yang terdapat dalam program Rumah Inspiratif Pelajar Indonesia tersebut terdiri dari pendidikan peningkatan karakter dan kepemimpinan bagi siswa-siswi SMP dan SMA, mendirikan rumah baca di beberapa daerah di Indonesia, dan juga Sekolah Anti Narkoba yang bekerjasama dengan Kementerian Sosial dan BNN. “Melalui berbagai program peduli pendidikan tanah air inilah, kami dapat kembali meraih Penghargaan Pemuda Indonesia (PPI) 2015 untuk keempat kalinya, yang diselenggarakan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga dalam rangka Hari Sumpah Pemuda yang jatuh pada 28 Oktober lalu,” ujarnya.

Khoirul Huda juga mengungkapkan bahwa penghargaan PPI 2015 yang mereka dapatkan tersebut adalah penghargaan organisasi terbaik dalam kategori Sosiopreneurship. Penghargaan tersebut diberikan kepada lima individu dan lima organisasi terbaik di Indonesia. “Dan Alhamdulillah IPM kembali berhasil meraih penghargaan PPI ini. Hal ini tentunya membuktikan keeksistensian dan kepedulian IPM yang merupakan sebuah organisasi pelajar Muhammadiyah terhadap dunia pendidikan di tanah air, dengan berbagai program-program unggulannya,” ungkapnya.

Khoirul Huda juga menjelaskan proses IPM mendapatkan penghargaan PPI tersebut terdiri dari seleksi administratif, penilaian keunggulan program-program, dan juga penilaian keberlanjutan kegiatan yang telah dijalankan IPM selama ini, khususnya dalam bidang pendidikan. “Adapun yang menjadi poin penting dalam penilaian tersebut, IPM merupakan organisasi nasional yang memiliki keanggotaan hampir tersebar di berbagai daerah di tanah air. Selain itu juga, yang menjadikan penilaian lebih dari IPM yaitu kemandirian penyelenggaraan segala program yang dijalankan oleh IPM melalui kewirausahaan,” jelasnya.

Khoirul Huda kembali menambahkan bahwa IPM juga pernah meraih penghargaan membanggakan dari ASEAN TAYO sebanyak tiga kali. Penghargaan tersebut diberikan kepada IPM sebagai salah satu organisasi kepemudaan Indonesia yang berprestasi di tingkat Asia Tenggara. Penghargaan tersebut juga sekaligus menjadikan IPM sebagai Organisasi Kepemudaan (OKP) Terbaik se-ASEAN. “Berbagai penghargaan yang di raih oleh IPM ini pastinya tidak terlepas dari gebrakan-gebrakan program pendidikan yang dilakukan oleh IPM, khususnya dalam bidang literasi pendidikan, yaitu pendidikan dalam hal membaca, menulis dan diskusi bagi pelajar,” imbuhnya. (Adam)

Viewing all 3507 articles
Browse latest View live